Jember, Jurnalbangsa.com – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengunjungi Septia Kurnia Rini, seorang pekerja migran asal Jember yang mengalami masalah kesehatan akibat dugaan malpraktik selama bekerja di Singapura.
Dalam kunjungannya, Abdul Kadir menyerahkan bantuan kemanusiaan dan menyoroti keberangkatan wanita berusia 38 tahun ini yang tidak sesuai prosedur.
“Kementerian P2MI bertanggung jawab terhadap semua proses, mulai dari sebelum keberangkatan hingga kepulangan. Namun, Mbak Septia ini berangkat tidak prosedural, sehingga tanggung jawab agensi atau majikan hampir tidak ada,” ujar Abdul Kadir saat menemui Septia di rumahnya, Perumahan Taman Gading, Kecamatan Kaliwates, Jumat (20/12/2024).
Keberangkatan yang tidak prosedural, lanjut Abdul Kadir, membuat pekerja migran kehilangan hak perlindungan, termasuk asuransi kerja.
“Kalau berangkat lewat prosedur yang benar, insyaallah masalah seperti ini bisa kita atasi. Tapi kalau tidak prosedural, kita tidak punya data atau informasi yang memadai untuk membantu,” tegasnya.
Selain itu, Abdul Kadir juga mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan tawaran kerja yang menjanjikan gaji tinggi namun tidak jelas legalitasnya.
“Jangan sampai tergoda iming-iming online atau janji gaji tinggi yang justru membahayakan nyawa sendiri,” imbuhnya.
Dalam kasus Septia, Abdul Kadir berkomitmen untuk tetap memberikan pendampingan meskipun secara hukum sulit dilakukan karena keberangkatan Septia tidak melalui jalur resmi.
“Kami tetap akan mendukung atas dasar kemanusiaan,” tuturnya.
Melalui kunjungan ini, pemerintah juga berencana memperketat regulasi dan memperbanyak sosialisasi terkait prosedur keberangkatan pekerja migran.
“Kita harus menegakkan hukum bagi pelaku sindikasi atau individu yang melakukan penyelundupan pekerja migran,” tutup Abdul Kadir.
Septia, yang kini menjalani pemulihan di Jember, menceritakan pengalamannya.
Ia berangkat ke Singapura pada 2021 untuk bekerja sebagai pengasuh bayi.
Awalnya, ia mengalami bisul di selangkangannya dan menjalani operasi di Sengkang Hospital Singapore.
Namun, operasi tersebut menyebabkan komplikasi serius hingga ia koma selama sembilan hari.
“Saya bangun dari koma, tangan dan kaki sudah hitam. Selama perawatan di RS, tangan dan kaki saya diikat, jadi seperti orang lumpuh,” kata Septia.
Setelah 13 hari di rumah sakit, ia dipulangkan ke Indonesia dan melanjutkan perawatan di Batam sebelum akhirnya kembali ke Jember.
“Satu minggu lebih di sana (Batam), akhirnya saya minta pulang ke Jember, dijembatani Kedutaan Bedar Republik Indonesia (KBRI),” pungkas Septa.