Jurnalbangsa.com, JEMBER – Terdakwa kasus penyalahgunaan narkotika jenis sabu asal Kebonsari, Sumbersari, Jember, Jawa Timur, yang berinisial A dan W, kini dapat bernafas lega usai diberikan Restorative Justice (RJ) oleh Kejaksaan Negeri Jember.
Kepala Kejari Jember, I Nyoman Sucitrawan mengatakan, sebelumnya telah dilakukan kajian terhadap terdakwa A dan W apakah mereka adalah pengedar, penjual atau penyalahguna.
“Awalnya memang kasus ini harus kami kaji ulang, tapi dari hasil kajian tersebut ternyata ditemukan bahwa kedua terdakwa ini merupakan orang yang menyalahgunakan atau pemakai narkotika jenis sabu itu,” ujarnya pada awak media, Jum’at (26/01/2024).
Nyoman melanjutkan, berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap terdakwa, jaksa menilai jika mereka (terdakwa) telah memenuhi syarat terutama dari lingkungan dan perilaku yang dinilai baik.
“Jadi diduga mereka ini salah arah karena pengaruh pergaulan atau lingkungan. Selain itu, rekam jejak keduanya juga baik dan setelah kami tanyakan ke pengadilan negeri ternyata memang tidak pernah terlibat tindak pidana apapun, ini yang pertama kali,” bebernya.
Setelah meminta rekomendasi dari Badan Narkotika Nasional (BNN), lanjut Nyoman, kedua terdakwa dinilai sebagai pengguna (pecandu) dan sedang menuju ketergantungan, maka muncul rekomendasi untuk direhabilitasi.
Diketahui, kedua terdakwa yang sehari-hari bekerja sebagai pemasang Wi-Fi ini telah mendekam di Lapas selama kurang lebih 2 bulan.
“Kemudian setelah P21, ketentuannya adalah minimal 14 hari untuk pengajuan RJ. Setelah itu keduanya akan melanjutkan proses rehabilitasi yang ditempatkan di Lembaga Rehabilitasi Pencegahan dan Penggunaan Narkotika Bhayangkara Indonesia di Kecamatan Patrang, Jember,” papar Nyoman.
Diketahui, kedua terdakwa ini mengkonsumsi barang haram tersebut di rumah A pada sekitar 3 bulan yang lalu. Barang bukti yang diamankan berupa 0,6 gram sisa narkotika jenis sabu lengkap dengan alat hisapnya.
“Mereka berdalih menggunakan narkoba jenis sabu agar kuat bekerja. Awalnya kedua terdakwa ini dikenalkan dengan seseoang dan diberi barang tersebut. Namun setelah mencoba dan dirasa enak, kemudian membeli seharga Rp 350 ribu,” tutur Nyoman.
Sementara itu, Alananto, S.H yang merupakan Kuasa Hukum terdakwa mengatakan, bahwa proses RJ merupakan suatu tindakan dari pihak kejaksaan untuk menegakkan keadilan.
“Jadi permasalahan terkait ranah keadilan itu tidak harus dilaksanakan di pengadilan. Maka dari itu, undang-undang memberikan ketentuan bahwa bisa dilakukan proses RJ ini,” ujarnya.
Kuasa hukum asal Triple A Lawfirm yang akrab disapa Alan itu menjelaskan, kasus ini merupakan kasus yang pertama kali dilakukan proses RJ pada tahun 2024.
“Alhamdulillah, tim dari Kejaksaan Jember ini mampu memberikan pemaparan yang baik kepada Kejaksaan Tinggi maupun Kejaksaan Agung,” ulasnya.
“Bahkan, berkat itu, Kejari Jember ini dijadikan percontohan yang sangat baik untuk Kejaksaan di wilayah lainnya,” tambahnya.
Menurutnya, dua orang terdakwa ini, kasusnya dijadikan satu berkas perkara yang kemudian menjadi kliennya.
“Memang masih ada berkas-berkas perkara lain, tapi mereka adalah pengedar. Sedangkan klien saya ini adalah penyalahguna,” tutupnya.
Penulis: Ambang | Editor: Supriadi