Jember, JurnalBangsa.com – Fenomena sound horeg yang marak di sejumlah acara hiburan masyarakat belakangan ini ternyata menyimpan bahaya yang tidak main-main.
Tak sekadar bising, suara dari perangkat sound system berdaya tinggi itu disebut bisa mencapai tingkat kebisingan ekstrem hingga 130 desibel (dB), melebihi ambang batas aman bagi pendengaran manusia.
Dinar Maftukh Fajar, Kepala Program Studi Tadris IPA di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN KHAS Jember menjelaskan, bahwa paparan suara dengan amplitudo tinggi dalam durasi tertentu bisa menimbulkan kerusakan serius pada organ pendengaran.
“Batas rasa sakit telinga sekitar 120 desibel. Kalau terpapar suara di atas itu lebih dari satu menit, bisa rusak permanen,” ujarnya, Jumat (25/7/2025).
Menurut Dinar, amplitudo merupakan parameter utama dalam gelombang yang menggambarkan seberapa besar perpindahan maksimum titik-titik pada gelombang dari posisi keseimbangannya.
Amplitudo tinggi berarti tekanan suara yang dihasilkan juga tinggi, dan ini berisiko bagi kesehatan.
Sebagai perbandingan, dia menjelaskan bahwa percakapan biasa hanya berada di kisaran 60 dB, sementara suara kereta api sekitar 90 dB.
Suara sound horeg yang mencapai 130 dB dinilai sudah sangat berbahaya, apalagi jika berlangsung dalam durasi lama atau tanpa perlindungan pendengaran.
“130 dB termasuk ekstrem. Kalau berlangsung terus-menerus, bisa melukai organ pendengaran,” tegasnya.
Tak hanya kerasnya suara yang berbahaya, Dinar juga mengingatkan soal frekuensi sebagai faktor tersembunyi yang berpotensi memicu kerusakan lebih luas.
Dia menjelaskan bahwa resonansi bisa terjadi bila frekuensi suara sesuai dengan frekuensi alami suatu benda.
Kondisi ini bisa menyebabkan getaran yang sangat kuat hingga menghancurkan struktur tertentu.
“Kalau amplitudonya besar, resonansi bisa bikin benda hancur. Efeknya tak terlihat, tapi bisa sangat merusak,” jelasnya.
Dia mencontohkan peristiwa ambruknya Jembatan Tacoma Narrows di Amerika Serikat pada tahun 1940 sebagai ilustrasi nyata dari efek resonansi yang destruktif.
“Struktur jembatan dan frekuensi angin kebetulan sama. Getarannya ekstrem, akhirnya roboh,” terang Dinar.
Dari penjelasan itu, Dinar mengingatkan masyarakat agar tidak menganggap enteng penggunaan sound horeg dengan tingkat kebisingan tinggi.
Jika digunakan tanpa kontrol, dampaknya bukan hanya mengganggu lingkungan, tapi juga mengancam keselamatan pendengaran manusia dan bahkan struktur bangunan di sekitarnya.