Jaranan Glundengan, Harmoni Budaya Madura dan Jawa yang Tetap Hidup di Tengah Desa

JEMBER – Dentuman gamelan dan teriakan penari jaranan masih akrab terdengar di Desa Glundengan, Kecamatan Wuluhan. Di sini, kesenian tradisional itu bukan sekadar tontonan, tapi napas kehidupan budaya.

Setiap pertunjukan selalu dipadati warga dari berbagai usia. Anak-anak, remaja, hingga orang tua berkumpul di balai desa, menikmati atraksi penuh warna dari para penari dan penabuh gamelan.

Kesenian jaranan Glundengan tumbuh dari rasa kagum warga terhadap pertunjukan serupa di daerah lain. Dari situ, muncul semangat untuk membangun dan melestarikan versi khas mereka sendiri.

Jaranan di desa ini memadukan unsur budaya Madura dan Jawa (Banyuwangi), mencerminkan identitas Jember sebagai daerah Pandalungan. Perpaduan itu menghadirkan sajian unik yang memikat mata penonton.

Penjabat Dusun Sumberjo, Hakiki Gelar, menyebut jaranan masih rutin digelar. “Pertunjukan ini menjadi cara kami memperkenalkan budaya lokal kepada masyarakat luas,” ujarnya.

Tak hanya warga, mahasiswa KKN UIN KHAS Jember Posko 12 juga terlibat aktif. Mereka membantu publikasi, dokumentasi, hingga mendukung pelaksanaan setiap acara jaranan di desa tersebut.

Keterlibatan mahasiswa menjadi bukti sinergi antara dunia akademik dan masyarakat dalam menjaga warisan budaya. “Kami belajar banyak tentang makna gotong royong lewat kesenian ini,” ujar salah satu mahasiswa KKN.

Di tengah derasnya arus globalisasi, semangat warga Glundengan untuk melestarikan jaranan tetap menyala. Bagi mereka, jaranan bukan sekadar hiburan, tapi simbol identitas dan kebanggaan yang harus dijaga.

Pos terkait