IKAPMII Kritisi Renovasi Alun-alun Jember yang Telan Anggaran Hingga Rp26M

Ketua IKAPMII Jember, Hadinuddin. (Foto: Ambang/Jurnalbangsa.com)
Ketua IKAPMII Jember, Hadinuddin. (Foto: Ambang/Jurnalbangsa.com)

JEMBER – Renovasi alun-alun Jember yang dilakukan oleh Pemkab Jember saat ini mulai digarap. Bupati Jember Hendy Siswanto mengatakan, Pemkab Jember telah menyediakan anggaran Rp 26 Miliar dari APBD untuk proses renovasi alun-alun.

“Jadi kita sudah siapkan dari APBD. Nantinya renovasi ini juga akan kami jadikan sarana promosi daerah dan sarana informasi serta transparansi. Kami akan memaksimalkan SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) yang terkoneksi dengan videotron di alun-alun,” kata Bupati Hendy saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, Senin (03/06/2024).

Namun demikian, adanya proses renovasi yang dilakukan Pemkab Jember dengan menyiapkan anggaran kurang lebih Rp 26 Miliar itu mendapat penolakan dan kritik dari Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA-PMII) Jember.

Menurut Ketua IKA-PMII Jember Hadinudin, progres renovasi alun-alun Kota Jember tidak bisa dilakukan segampang itu, karena dinilai tidak memberikan kemanfaatan ekonomi yang baik bagi masyarakat, khususnya Pedagang Kaki Lima (PKL). Ia menilai, harusnya Pemkab lebih tepat melakukan penataan atau relokasi PKL sesuai dengan cita-cita dari kepala daerah sebelumnya.

“Banyak warga (PKL) yang menggantungkan hidupnya di situ. Artinya rasa kemanusiaan mau ditindih untuk kepentingan keindahan estetika. Ini menurut saya sudah di luar batas. Sehingga kami dari IKA-PMII Jember akan mengambil tindakan dengan cara-cara (tertentu). Kalau mau dialog monggo, kalau tidak mau ya kita pakai aksi,” kata Hadinudin saat dikonfirmasi sejumlah wartawan.

Diketahui, progres renovasi pusat kota alun-alun Kota Jember yang dilakukan oleh Pemkab Jember dimulai hari ini. Puluhan PKL yang biasa berjualan di alun-alun Kota Jember saat ini direlokasi di wilayah barat dekat Masjid Jami’ Al Baitul Amien lama.

“Bukan hanya ratusan, tapi ribuan yang menggantungkaan hidupnya di sana. Sistem relokasinya dengan memindah tempat, mereka (PKL) masih bisa berjualan. Itu menurut saya juga tidak memenuhi syarat,” tegas Hadinuddin.

Alun-alun itu nantinya saat selesai direnovasi, menurut Pria yang juga Anggota DPRD Provinsi Jatim ini, PKL tidak akan bisa berjualan di alun-alun Kota Jember.

“Lokasi yang paling dekat untuk bisa berjualan itu coba dimana yang memenuhi syarat? Misalkan kita mau berkaca kepada Yogyakarta, Malioboro. Orang masih bisa ke sana, jalan atau hangout. Tapi ketika mereka mau mencari souvenir atau makan, ada tempat (untuk PKL) yang berdampingan dengan Malioboro dan lokasinya luas. Lah kalau di Jember (alun-alun), mau seperti apa? Tidak ada kan,” keluhnya.

Lebih tepat, menurut Hadinudin, dilakukan relokasi yang terintegrasi dan mengakomodir kebutuhan PKL itu sendiri.

“Misal di Jalan Kartini juga tidak mungkin, kenyamanan orangnya di mana. Maka menurut saya, hentikan itu proses relokasi. Dipikir dulu, apalagi hal ini bukan hal yang mendesak untuk Jember,” tegasnya.

“Kalau ini jadi legacy untuk keindahan tata kota, tidak se ekstrem itulah. Urusan perut itu lebih penting, apalagi misalnya ada PKL yang sampai punya pinjaman untuk usahanya. Harusnya yang tepat, tinggal menata saja yang baik PKL itu. Sehingga memberikan efek positif dan pendapatan. Baik bagi PKL ataupun pemerintah,” imbuhnya.

Terkait kemanfaatan, kata Hadinudin, juga ikut dirasakan pemerintah untuk pendapatan daerah. Dari parkiran di sekitar alun-alun Kota Jember jika dihitung berapa setiap hari, tidak ada efek ekonomi yang signifikan.

“Di alun-alun itu kan ada tenda-tenda dari Bank Jatim (sisi utara). Nah itu kenapa tidak dimanfaatkan? Kan itu untuk tempat PKL. Masalahnya apa? Pemerintah kan punya kewenangan untuk mengelola. Persoalannya apa kok tidak dilakukan,” cuitnya.

Hadinudin menambahkan, progres renovasi alun-alun Kota Jember harusnya memenuhi kebutuhan masyarakat secara tepat.

“Masyarakat kita ini kan hanya mencari tempat untuk hiburan yang murah meriah dan mudah diakses. Tanpa perlu mengeluarkan biaya besar. Apalagi alun-alun itu konsepnya dulu, bukan untuk taman kota atau estetika tampilan. Dulu itu dibangun untuk jadi aktifitas ekonomi dan kegiatan masyarakat secara umum,” jlentrehnya.

“Nah hari ini dirubah, banyak kepala daerah yang tidak tahu atau keterputusan sejarah. Pernah gak ada kepala daerah yang mencoba menggali informasi alasan adanya pembangunan di Jember. Alasan kenapa pusat pendidikan kampus Unej di sana, pendirian IAIN menggandeng kalangan ulama dan intelektual. Nah ini kan kemudian menjadi support pertumbuhan ekonomi di Jember. Tapi nilai spirit dan edukasinya itu yang tidak diambil,” tutup Hadinudin.

Penulis: Ambang
Editor: Supriadi

Pos terkait