PASURUAN – Udara sejuk Desa Jatiarjo, Prigen, Jumat siang (17/10/2025), menjadi saksi pertemuan ide besar dan spiritualitas. Aula Kampung Kopi mendadak menjelma ruang kuliah terbuka.
Sekitar 30 dosen UIN KHAS Jember duduk menyimak. Di depan mereka, Prof. Arif Zamhari, M.Ag., Ph.D., Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berbicara pelan namun berdaya gugah.
“Ekoteologi bukan sekadar konsep, tapi juga praktik spiritual dan sosial,” ujarnya membuka sesi kuliah bertajuk Pemetaan Riset Islam dan Lingkungan: Ecotheology. Kalimat itu langsung menyita perhatian.
Dengan gaya sistematis, Prof. Arif menelusuri sejarah panjang ekoteologi lintas agama. Ia menyebut gerakan Kristen 1970-an yang dimotori Frederick Elder lewat Crisis in Eden, hingga gaung Earth Summit Rio 1992.
Dari sana, ia menautkan wacana global itu pada khazanah Islam. Menurutnya, tauhid, khalifah, dan fitrah menjadi fondasi teologis bagi kesadaran ekologis umat Muslim.
“Dalam Islam, menjaga alam bukan sekadar pilihan. Itu bagian dari iman,” tuturnya sambil menampilkan nama-nama besar seperti Seyyed Hossein Nasr dan Richard Foltz.
Kuliah itu bukan semata teori. Lewat slide berisi peta riset, Prof. Arif menawarkan arah baru bagi akademisi Muslim: mengubah refleksi menjadi aksi riset berkelanjutan.
Ia membagi fokus riset dalam tiga rumpun: need to do, need to know, dan need to choose. Masing-masing membuka peluang kajian mulai dari kurikulum hijau hingga kolaborasi lintas iman.
Pada need to do, ia menyoroti pentingnya pendidikan ekoteologi di kampus Islam. Sementara need to know mengajak menelaah peran ulama dan kearifan lokal dalam pelestarian alam.
Sedangkan need to choose menantang dosen meneliti rumah ibadah ramah lingkungan dan aksi nyata menghadapi krisis iklim. “Dari riset kecil bisa lahir peradaban hijau,” ujarnya menegaskan.
Baginya, riset ekoteologi bukan sekadar daftar topik akademik, tetapi jembatan spiritual menuju keseimbangan bumi dan iman. “Menjaga bumi adalah ibadah dan amanah khalifah,” katanya menutup sesi.
Kuliah itu menjadi bagian dari Bootcamp Ecotheology: Multidisciplinary Approaches, kegiatan empat hari yang digelar UIN KHAS Jember di Jatiarjo.
Sebelumnya, para dosen telah terjun langsung ke lapangan: mengamati sumber air, mendengar doa di musholla, dan berdialog dengan petani. Semua itu kini menemukan arah teologisnya.
Desa Jatiarjo seakan menjadi titik temu dua dunia—antara riset dan kehidupan sehari-hari. Dari sinilah, gagasan hijau mulai tumbuh, bukan hanya di kertas akademik, tapi juga di kesadaran manusia.












