Jember, jurnalbangsa.com – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Jember memberi peringatan keras kepada seluruh lembaga pendidikan agar tidak mudah percaya pada siapapun yang mengaku sebagai wartawan.
Dalam pelatihan jurnalistik yang digelar pada Kamis (8/5/2025), PWI menyoroti fenomena oknum wartawan abal-abal yang makin sering menyalahgunakan identitas pers untuk kepentingan pribadi.
Pelatihan yang diadakan di Aula Kantor Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Wilayah Jember itu diikuti puluhan Humas dari SMA, SMK, dan SLB.
Mereka dibekali keterampilan jurnalistik sekaligus pengetahuan penting untuk mengenali ciri-ciri wartawan profesional.
Ketua PWI Jember, Sugeng Prayitno, menegaskan bahwa adanya oknum wartawan gadungan kini semakin meresahkan, terutama bagi sekolah-sekolah yang belum paham dunia pers secara menyeluruh.
“Kadang datang ke sekolah tapi gak jelas tujuannya apa. Hanya bawa ID Card, tapi tidak bisa menunjukkan kompetensinya,” ujar pria yang akrab disapa Supra tersebut.
Menurutnya, wartawan sungguhan tidak sekadar membawa kartu identitas, tapi juga memiliki legalitas dan rekam jejak jurnalistik yang bisa diverifikasi.
“Makanya kita tekankan, jangan takut bertanya. Tanyakan medianya apa, minta tunjukkan ID Card-nya,” tambah Supra.
Sementara itu, Wakil Ketua PWI Jember sekaligus jurnalis detik.com, Yakub Mulyono, memaparkan sejumlah ciri yang bisa dikenali dari oknum wartawan abal-abal. Salah satunya, tidak memiliki dua kartu identitas resmi.
“Kalau wartawan yang kompeten, pasti bisa menunjukkan ID Card perusahaan dan kartu UKW. Itu dua kartu yang harus ada. Dan itu tidak perlu ditunggu diminta, mereka sendiri yang harus langsung menunjukkan,” ujar Yakub.
ID Card media sebagai bukti bahwa seorang wartawan benar-benar bekerja di suatu perusahaan tertentu, sedangkan kartu UKW menunjukkan bahwa wartawan tersebut kompeten di bidangnya.
Untuk itu, Yakub menyarankan agar pihak sekolah tidak ragu mencatat identitas wartawan yang datang, termasuk menelusuri nama mereka melalui situs resmi Dewan Pers.
Di sana, data wartawan yang sudah lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW) bisa dicek dengan mudah.
“Kalau ada yang ngaku sudah UKW, langsung saja cek di website Dewan Pers. Kalau namanya tidak muncul, ya bisa dipertanyakan,” tegasnya.
Yakub juga mengingatkan bahwa oknum wartawan abal-abal kerap membawa nama media yang tidak jelas, bahkan fiktif.
Mereka sering datang dengan pendekatan intimidatif atau mencoba mencari-cari kesalahan pihak sekolah untuk kemudian dijadikan alat negosiasi.
“Wartawan seperti itu bukan cuma melanggar etik, tapi juga bisa masuk ke ranah pidana,” ujarnya.
PWI Jember menilai fenomena ini tak bisa dibiarkan.
Oleh karena itu, mereka mendorong lembaga pendidikan untuk lebih aktif membekali diri, agar tidak mudah ditekan oleh pihak-pihak yang mengaku pers namun bertindak di luar koridor jurnalistik.
Pelatihan yang juga diisi oleh Ahmad Winarno (mantan jurnalis kompas.com) dan Hamka Agung Balya (wartawan Antara TV), turut mengajarkan etika wawancara, teknik penulisan berita, hingga pembuatan video untuk media sosial.
Namun bagi para peserta, sesi tentang cara mengenali oknum wartawan gadungan menjadi bagian yang paling membekas.
PWI berharap pelatihan serupa bisa menjangkau lebih banyak sekolah, agar tidak ada lagi lembaga pendidikan yang menjadi korban oknum wartawan palsu.
“Jangan takut menolak oknum wartawan yang mencurigakan,” tandas Yakub Mulyono.