Jember, jurnalbangsa.com – Tingginya angka kekerasan seksual di Kabupaten Jember mendapat perhatian serius dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) setempat.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Kepala Bidang Perlindungan Anak DP3AKB Jember, Djoko Sutriswanto, saat memberikan pembekalan kepada 144 mahasiswa Program Studi Bimbingan Konseling Islam (BKI) UIN KHAS Jember, Rabu (23/7/2025).
Dalam kegiatan yang berlangsung di Aula Perpustakaan UIN KHAS Jember itu, Djoko mengungkapkan bahwa Jember saat ini berada di posisi kedua tertinggi dalam kasus kekerasan seksual di Jawa Timur.
Karena itu, dia menilai isu kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai persoalan yang harus ditangani secara serius, termasuk melalui dukungan kalangan akademisi.
“Isu-isu aktual terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak harus mendapatkan perhatian khusus. Salah satunya bisa dibantu penangannya melalui konseling oleh para mahasiswa PPL. Termasuk membantu menyosialisasikan program pencegahannya,” ujar Djoko di hadapan ratusan mahasiswa.
Dia menambahkan, selain keterlibatan dalam isu kekerasan seksual, para mahasiswa juga perlu memahami dan menguasai isu-isu yang berkaitan dengan keluarga.
Salah satunya adalah pemahaman terhadap prosedur layanan dispensasi kawin yang masih sering menjadi permintaan masyarakat.
Djoko menegaskan agar mahasiswa memahami konteks hukum dan sosial yang mengiringi permohonan dispensasi kawin, agar tidak semata-mata menjadi formalitas administratif.
Tak kalah penting, Djoko juga mendorong para mahasiswa untuk menaruh perhatian pada delapan fungsi keluarga dalam merancang program kerja mereka selama terjun ke lapangan.
“Jadi, harus lebih fokus ke delapan fungsi keluarga,” katanya menegaskan.
Delapan fungsi itu mencakup fungsi agama, kasih sayang, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, serta pembinaan lingkungan dan rekreasi.
Sementara itu, pembekalan juga disampaikan oleh akademisi sekaligus psikolog, Nurhasanah.
Dalam paparannya, dia membahas tantangan penanganan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), khususnya yang berada di lingkungan Sekolah Luar Biasa (SLB).
Menurutnya, pendekatan terhadap anak disabilitas tidak bisa disamaratakan, karena mereka memiliki kemampuan kognisi yang sangat beragam.
“Anak disabilitas mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi karena gangguan pada aspek perkembangan tertentu. Oleh karena itu, pelayanan pendidikan bagi ABK harus disesuaikan secara individual,” jelas Nurhasanah.
Dia menegaskan bahwa guru maupun konselor yang menangani ABK perlu mengenali karakteristik masing-masing anak agar dapat memberikan layanan pembelajaran yang tepat.
Dalam banyak kasus, ABK bukan hanya mengalami hambatan fisik atau intelektual, tapi juga psikososial yang mempengaruhi proses interaksi dan pembelajaran.
Melalui kegiatan ini, mahasiswa dibekali perspektif dan wawasan lapangan yang penting untuk mendukung praktik konseling yang relevan dengan kondisi sosial masyarakat.
Diharapkan, ketika diterjunkan ke lokasi PPL nanti, para mahasiswa tidak hanya memahami persoalan secara teori, tetapi juga mampu merancang intervensi yang sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan.
Sebanyak 144 mahasiswa BKI yang mengikuti pembekalan ini merupakan bagian dari 429 mahasiswa Fakultas Dakwah UIN KHAS Jember yang akan menjalani Program Pengalaman Lapangan mulai 4 Agustus hingga 6 Oktober 2025.
Mereka akan disebar ke 120 lembaga mitra di 13 kabupaten/kota di wilayah Jawa Timur.