Jurnalbangsa.com, Malang — Profesor Abdul Mu’ti menyampaikan paparan komprehensif mengenai kinerja Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) dalam forum Rapat Kerja Nasional Forum Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah (FRPTMA) yang digelar di Universitas Muhammadiyah Malang, Jumat (17/10/2025).
Dalam kesempatan tersebut, ia mengulas berbagai aspek kebijakan pendidikan dasar dan menengah selama masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, sekaligus memberikan sejumlah catatan evaluatif serta rekomendasi kebijakan.
Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa dunia pendidikan saat ini menghadapi sejumlah tantangan besar yang membutuhkan perhatian serius, beberapa di antaranya meliputi pemerataan mutu pendidikan antarwilayah yang masih timpang, keterbatasan sarana dan prasarana sekolah di daerah, serta kesejahteraan tenaga pendidik yang belum merata.
Selain itu, perubahan kebijakan kurikulum yang terlalu sering juga dinilai menimbulkan ketidakpastian di lapangan, baik bagi guru maupun peserta didik.
Ia menyorongkan bahwa sektor pendidikan di era digital seharusnya tidak hanya fokus pada transformasi teknologi, tetapi juga pada kesiapan sumber daya manusia.
Program penerapan kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran koding yang sedang dikembangkan oleh Kemdikdasmen dinilai sebagai langkah adaptif terhadap perubahan zaman, namun implementasinya masih belum merata.
Sekolah-sekolah di luar Pulau Jawa, terutama di kawasan timur Indonesia, masih menghadapi keterbatasan jaringan, perangkat, dan tenaga pengajar yang memiliki kemampuan teknologi yang memadai.
Dari sisi kebijakan guru, redistribusi ASN dinilai sebagai langkah positif dalam memperbaiki kesenjangan distribusi tenaga pendidik, namun pelaksanaannya masih perlu pengawasan ketat agar tidak menimbulkan ketimpangan baru.
Pembaruan sistem kinerja guru dan kepala sekolah juga menjadi bagian dari reformasi yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran, meskipun belum sepenuhnya berjalan efektif di semua daerah.
Selain itu, Abdul Mu’ti menguraikan bahwa sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) juga mengalami perubahan signifikan.
Regulasi terbaru dinilai lebih tertib dan transparan, tetapi dinamika kebijakan yang berubah setiap tahun membuat pelaksanaan di lapangan belum stabil. Kondisi ini kerap menimbulkan kebingungan, baik bagi sekolah maupun masyarakat.
Ia juga menyorongkan bahwa kesejahteraan guru, terutama guru honorer, masih menjadi pekerjaan rumah yang mendesak.
Rendahnya upah dan ketidakpastian status kepegawaian membuat motivasi sebagian guru menurun.
Dalam waktu bersamaan, alokasi anggaran pendidikan mengalami tekanan akibat pergeseran prioritas program nasional, sehingga beberapa inisiatif peningkatan mutu terhambat dalam pelaksanaan.
Meski menghadapi berbagai kendala, Abdul Mu’ti mengapresiasi beberapa capaian positif dari Kemdikdasmen.
Program redistribusi guru ASN mulai menunjukkan hasil dengan meningkatnya pemerataan kualitas pendidikan di sejumlah daerah.
Sistem pengawasan mutu pendidikan juga mulai berbasis data dan indikator yang lebih objektif.
Inovasi pembelajaran deep learning dan koding di sekolah-sekolah tertentu dianggap mampu memperkaya model belajar yang lebih kritis dan aplikatif.
Dalam hasil kategorisasi penilaian yang ia sampaikan, kinerja Kemdikdasmen memperoleh skor 3,35 atau tergolong dalam kategori sedang.
Angka tersebut menggambarkan bahwa kementerian telah menjalankan sebagian besar program prioritas dengan pendekatan teknokratik, meskipun masih perlu perbaikan di tingkat pelaksanaan.
Menurutnya, kepemimpinan di sektor ini sudah mulai memahami kebutuhan nyata dunia pendidikan dasar, namun konsistensi kebijakan menjadi kunci keberlanjutan reformasi.
Di akhir pemaparannya, Abdul Mu’ti mengemukakan sejumlah rekomendasi strategis untuk memperkuat kebijakan pendidikan nasional.
Ia menekankan pentingnya perluasan akses pendidikan digital di seluruh wilayah Indonesia agar kesenjangan teknologi dapat diminimalkan.
Selain itu, kesejahteraan guru perlu terus ditingkatkan melalui skema penghargaan berbasis kinerja dan dukungan anggaran yang proporsional.
Ia juga menilai bahwa pengembangan kurikulum harus bersifat adaptif, mengintegrasikan karakter, nilai etika, serta literasi digital agar peserta didik mampu menghadapi tantangan masa depan.
Lebih lanjut, ia menekankan perlunya kesinambungan kebijakan agar setiap perubahan tidak menimbulkan gangguan pada sistem pembelajaran.
Keterlibatan masyarakat dan dunia usaha juga dianggap krusial dalam memperkuat pendidikan vokasional dan program koding, yang berorientasi pada kebutuhan industri.